Oleh: satupintu | Januari 23, 2008

Link Berita

Berita Online

  Televisi
http://www.detik.com   http://www.tvri.co.id/
http://www.liputan6.com   http://www.tpi.tv/  
http://www.kompas.co.id/   http://www.rcti.co.id/
http://www.korantempo.com/   http://www.sctv.co.id/  
http://www.media-indonesia.com/   http://www.indosiar.com/
http://www.republika.co.id/   http://www.transtv.co.id/
http://www.poskota.co.id/   http://www.trans7.co.id/
http://www.pikiran-rakyat.com/   http://www.metrotvnews.com/
http://www.suaramerdeka.com/    
http://www.sinarharapan.co.id/    
http://www.suarakarya-online.com/    
http://www.suarapembaruan.co.id/    
     
http://www.thejakartapost.com/    
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
Oleh: satupintu | November 27, 2007

Nikmatnya Hidup

Selalu bersyukur akan membuat kita bahagia.

Beberapa cerita berikut ini menggambarkannya… Begitu memasuki mobil mewahnya, seorang direktur bertanya pada sopir pribadinya, “Bagaimana kira-kira cuaca hari ini ?” Si sopir menjawab, “Cuaca hari ini adalah cuaca yang saya sukai.” Merasa penasaran dengan jawaban tersebut, direktur ini bertanya lagi, “Bagaimana kamu bisa begitu yakin?” Supirnya menjawab, “Begini, pak, saya sudah belajar bahwa saya tak selalu mendapatkan apa yang saya sukai, karena itu saya selalu menyukai apapun yang saya dapatkan”. Jawaban singkat tadi merupakan wujud perasaan syukur. Syukur merupakan kualitas hati yang terpenting. Dengan bersyukur kita akan senantiasa diliputi rasa damai, tenteram, dan bahagia. Sebaliknya, perasaan tak bersyukur akan senantiasa membebani kita. Kita akan selalu merasa kurang dan tak bahagia. Ada dua hal yang sering membuat kita tak bersyukur. Pertama, kita sering memfokuskan diri pada apa yang kita inginkan, bukan pada apa yang kita miliki. Katakanlah kita sudah memiliki sebuah rumah, kendaraan, pekerjaan tetap, dan pasangan yang baik, akan tetapi kita masih merasa kurang. Pikiran kita dipenuhi berbagai target dan keinginan. Kita begitu terobsesi oleh rumah yang besar dan indah, mobil mewah, serta pekerjaan yang mendatangkan lebih banyak uang. Kita ingin ini dan itu. Bila tak mendapatkannya, kita terus memikirkannya. Tapi anehnya, walaupun sudah mendapatkannya, kita hanya menikmati kesenangan sesaat. Kita tetap tak puas, kita ingin yang lebih lagi. Jadi, betapapun banyaknya harta yang kita miliki kita tak pernah menjadi “kaya” dalam arti yang sesungguhnya. Mari kita luruskan pengertian kita mengenai orang “kaya”. Orang yang “kaya” bukanlah orang yang memiliki banyak hal, tetapi orang yang dapat menikmati apapun yang mereka miliki. Tentunya boleh-boleh saja kita memiliki keinginan, tapi kita perlu menyadari bahwa inilah akar perasaan tak tenteram. Kita dapat mengubah perasaan ini dengan berfokus pada apa yang sudah kita miliki. Cobalah lihat keadaan di sekeliling kita, pikirkan yang kita miliki, dan syukurilah… maka kita akan merasakan nikmatnya hidup. Pusatkanlah perhatian kita pada sifat-sifat baik atasan, pasangan, dan orang-orang di sekitar kita. Mereka akan menjadi lebih menyenangkan.  Seorang pengarang pernah mengatakan, “Menikahlah dengan orang yang kita cintai, setelah itu cintailah orang yang kita nikahi.” Ini perwujudan rasa syukur. Ada cerita menarik mengenai seorang kakek yang mengeluh karena tak dapat membeli sepatu, padahal sepatunya sudah lama rusak. Suatu sore ia melihat seseorang yang tak mempunyai kaki, tapi tetap ceria. Saat itu juga si kakek berhenti mengeluh dan mulai bersyukur. Hal kedua yang sering membuat kita tak bersyukur adalah kecenderungan membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain. Kita merasa orang lain lebih beruntung. Kemanapun kita pergi, selalu ada orang yang lebih pandai, lebih tampan, lebih cantik, lebih percaya diri, dan lebih kaya dari kita. Rumput tetangga memang sering kelihatan lebih hijau dari rumput di pekarangan sendiri.  Ada cerita menarik mengenai dua pasien rumah sakit jiwa. Pasien pertama sedang duduk termenung sambil menggumam, “Lulu, Lulu.” Seorang pengunjung yang keheranan menanyakan masalah yang dihadapi orang ini. Si dokter menjawab, “Orang ini jadi gila setelah cintanya ditolak oleh Lulu.” Si pengunjung manggut-manggut, tapi begitu lewat sel lain ia terkejut melihat penghuninya terus menerus memukulkan kepalanya di tembok dan berteriak, “Lu lu, Lulu”. “Orang ini juga punya masalah dengan Lulu?” tanyanya keheranan. Dokter kemudian menjawab, “Ya, dialah yang akhirnya menikah dengan Lulu.” Hidup akan lebih bahagia kalau kita dapat menikmati apa yang kita miliki. Karena itu bersyukur merupakan kualitas hati yang tertinggi. Cerita terakhir adalah mengenai seorang ibu yang sedang terapung di laut karena kapalnya karam, namun tetap berbahagia. Ketika ditanya kenapa demikian, ia menjawab, “Saya mempunyai dua anak laki-laki. Yang pertama sudah meninggal, yang kedua hidup di tanah seberang. Kalau berhasil selamat, saya sangat bahagia karena dapat berjumpa dengan anak kedua saya. Tetapi kalaupun mati tenggelam, saya juga akan berbahagia karena saya akan berjumpa dengan anak pertama saya di surga”. HAVE A WONDERFUL LIFE !

Oleh: satupintu | November 6, 2007

Renungan

* Surat Buat Mama

* Tentang Cinta

* Buat Yang Sibuk Berkarir

Oleh: satupintu | Oktober 30, 2007

SURAT BUAT MAMA …

oleh Andrias Harefa

Mamaku sayang, aku mau cerita sama mama. Tapi ceritanya pake surat ya.Kan, mama sibuk, capek, pulang udah malem. Kalo aku banyak ngomong nanti mama marah kayak kemarin itu, aku jadinya takut dan nangis.
Kalo pake surat kan mama bisa sambil tiduran bacanya. Kalo ngga sempet baca malem ini bisa disimpen sampe besok, pokoknya bisa dibaca kapan aja deh. Boleh juga suratnya dibawa ke kantor.Ma, boleh ngga aku minta ganti mbak? Mbak Jum sekarang suka galak, Ma. Kalo aku ngga mau makan, piringnya dibanting di depan aku. Kalo siang aku disuruh tidur melulu, ngga boleh main, padahal mbak kerjanya cuman nonton TV aja. Bukannya dulu kata mama mbak itu gunanya buat nemenin aku main?
Trus aku pernah liat mbak lagi ngobrol sama tukang roti di teras depan. Padahal kata Mama kan ngga boleh ada tukang-tukang yang masuk rumah kan? Kalo aku bilang gitu sama mbak, mbak marah banget dan katanya kalo diaduin sama Mama dia mau berhenti kerja.Kalo dia berhenti berarti nanti Mama repot ya? Nanti Mama ngga bisa kerja ya?
Nanti ngga ada yang jagain aku di rumah ya? Kalo gitu susah ya, Ma?
Mbak ngga diganti ngga apa-apa, tapi Mama bilangin dong jangan galak sama aku..

Ma, bisa ngga hari Kamis sore Mama nganter aku ke lomba nari Bali?
Pak Husin sih selalu nganterin, tapi kan dia cowok, Ma. Ntar yang dandanin Aku siapa? Mbak Jum ngga ngerti dandan. Ntar aku kayak lenong… Kalo Mama kan kalo dandan cantik.
Temen-temen aku yang nganterin juga mamanya… Waktu lomba gambar minggu lalu Pak Husin yang nganter,tiap ada lomba Pak Husin juga yang nganter. Bosen, ma… Lagian aku pingin ngasi liat sama temen-temenku kalo Mamaku itu cantik banget, aku kan bangga, Ma.   Temen-temen tuh ngga pernah liat mama. Pernah sih liat, tapi itu tahun lalu pas aku baru masuk SD, kan Mereka jadinya udah lupa tampangnya mama.Ma, hadiah ulang tahun mulai tahun ini ngga usah dibeliin deh.
Uangnya Mama tabungin aja. Trus aku ngga usah dibeliin baju sama mainan mahal lagi deh. Uangnya Mama tabung aja. Kalo uang Mama udah banyak,kan Mama ngga usah kerja lagi.

Nah, itu baru sip namanya.
Lagian mainanku udah banyak dan lebih asyik main sama Mama kali ya?
Udah dulu ya, ma. Udah ngantuk. I love you Mom,..(aku tanya bu guru katanya artinya “aku cinta padamu,” berarti aku juga boleh mencintai mama ya ) Coba bayangkan! Bagaimana perasaan seorang ibu jika menerima surat semacam itu dari anak yang dikasihinya?Dan bagaimana pula reaksi seorang ayah jika membaca surat tersebut? Masa bodohkah? Marahkah? Sedihkah? Bingungkah? Atau menantang kita untuk memikirkan kembali prioritas hidup yang kita jalan selama ini?Kita agaknya memang perlu menyadari tantangan jaman yang berkembang.
Ada banyak perbedaan antara konteks jaman ketika kita dibesarkan 40-50 tahun silam, dengan konteks jaman sekarang.   Sebagian dari kita mungkin tak bisa lagi membesarkan anak-anak seperti ketika kita  dibesarkan orangtua kita. Jadi, kita memang perlu menemukan pola asuh yang lain, yang berbeda, yang lebih cocok dengan tantangan masyarakat kita saat ini. Dan dalam proses menemukan pilihan-pilihan yang lebih tepat, beberapa pertanyaan dasar mungkin perlu kita jawab dengan jujur.   Misalnya, apakah anak-anak dan keutuhan keluarga masih cukup penting artinya bagi kita sebagai pribadi? Atau, tanpa kita sadari sepenuhnya, nilai dan arti anak-anak dan keutuhan keluarga telah mengalami inflasi besar-besaran dalam cara berpikir kita saat ini?
Benarkah harta yang paling berharga adalah keluarga? 

Oleh: satupintu | Oktober 30, 2007

Renungan tentang Cinta

Salah satu pasien favorit kami terbiasa keluar masuk rumah sakit kecil setempat, dan kami semua, dari bagian bedah, telah begitu mengenal dia dan suaminya.  Meski menderita kanker yang mematikan disertai derita sakitnya, tak pernah ia lalai memberi kami senyum atau dekapan.

Setiap kali suaminya bertamu, ia langsung begitu suka ria seakan bara menyala… Suaminya seorang pria yang baik, sangat sopan dan ramah bersahabat sama seperti istrinya itu. Saya telah begitu terbiasa dan seakan terikat pada mereka dan bahkan selalu merasa senang merawatnya.

Sangat kukagumi ekspresi cinta kasih mereka. Setiap hari, ia membawakannya bunga2 segar dan sebuah senyuman,lalu ia duduk diranjangnya sambil berpegangan tangan dan berbicara pelan2. Ketika sakitnya terlalu keras dan ia menjerit atau jadi bingung, suaminya merangkulnya lembut disertai bisikan2 hiburan sampai ia tertidur. Ia menghabiskan setiap saat yang ada disamping tempat tidurnya, memberinya sedotan2 air minum dan membelai keningnya. Setiap malam, sebelum ia kembali pulang, ia menutup pintu sehingga mereka bisa tinggal berduaan saja. Ketika ia sudah pergi, kami lihat istrinya tertidur damai dengan sebuah senyum dibibirnya.

Tapi pada malam ini, keadaannya menjadi lain. Segera setelah aku melapor hadir, perawat harian yang bertugas memberitahu bahwa keadaannya menjadi makin memburuk saja dan dikuatirkan tak akan buat bertahan sampai esok. Meskipun aku sedih, aku tahu ini yang terbaik.  Setidaknya sahabatku ini tidak perlu menderita sakit lebih lama lagi.

Aku tinggalkan kantor dan pergi memeriksanya dulu.  Waktu aku memasuki kamarnya, ia membangunkan diri dan bersenyum lemah, tetapi pernapasannya sudah berat dan aku bisa mengira ini tak kan tahan lama.  Suaminya duduk disampingnya, bersenyum, juga,dan berkata, “Kekasihku dan Cintaku akhirnya akan menerima pahalanya.”

Mataku mulai membasah, jadi aku tanya apakah ada sesuatu yang diperlukan dan cepat2 menghilang. Aku tawarkan perawatan dan hiburan sepanjang malam itu, dan sekitar tengah malam ia meningggal dunia, didampingi suaminya yang masih memegangi tangannya.  Aku menghiburnya dan dengan air mata menuruni pipinya ia berkata, “Tolong, izinkan aku tinggal sebentar lagi bersamanya, tolong, boleh ya..?” Aku mendekapnya dan menutup pintu dibelakangku.

Aku berdiri diluar pintu, menghapus air mataku dan merasakan kehilangan sahabatku dan senyumnya. Dan aku bisa merasakan sakit pedih suaminya dalam hatiku sendiri. Tiba2 dari dalam kamar itu terdengar bunyi nyanyian suara pria terindah yang pernah kudengar.?  Kedengarannya begitu mencekam – seram, hampir2 menegakkan bulu roma – ketika suara itu menggema, beralunan melewati lorong2 dan serambi2. Para jururawat lainnya keluar melongok dilorong mendengarkannya menyanyikan lagu “Beautiful Brown Eyes” yang seakan meledak keluar dari paru2nya.

Ketika lagu itu mulai berakhir dan suaranya menghilang, pintu kamar terbuka dan ia memanggilku. Ia menatap dalam2 mataku, merangkulku, katanya, “Dari sejak hari pertama kami bertemu, lagu itu kunyanyikan untuknya setiap malam. Biasanya aku tutup pintu dan mengecilkan suara agar tak sampai mengganggu pasien2 lainnya. Tapi malam ini aku inginkan kepastian bahwa ia mendengarkanku selagi dalam perjalanan kesurga.  Ia harus tahu bahwa ia selamanya akan menjadi cintaku.Mohon mintakan maaf pada pasien2 lain yang merasa terusik. Aku benar2 tak tahu bagaimana nantinya tanpa dia, tapi aku akan terus menyanyikan lagu padanya setiap malam. Kau pikir ia akan mendengarku?” Aku mengangguk mengatakan “iya”, tak berdaya menahan air mataku. Ia merangkulku lagi, mengecup pipiku, mengucap terima kasih telah menjadi perawat sekaligus sahabat mereka. Ia berterima kasih juga kepada perawat lain2nya, lalu berbalik dan berjalan menelusuri balai, punggungnya agak membungkuk, dan dengan lembut menyiulkan lagunya itu.

 Sambil mengawasinya berjalan pergi aku berdoa semoga aku, juga, suatu hari bisa mengenal jenis cinta kasih kekal seperti itu. (JM)

Oleh: satupintu | Oktober 30, 2007

Renungan Buat yang sibuk berkarir

Seperti biasa Rudi, Kepala Cabang di sebuah perusahaan swasta terkemukadi Jakarta, tiba di rumahnya pada pukul 9 malam. Tidak seperti biasanya,Imron, putra pertamanya yang baru duduk di kelas tiga SD yang membukakanpintu. Ia nampaknya sudah menunggu cukup lama.  

“Kok, belum tidur?” sapa Rudi sambil mencium anaknya. Biasanya, Imron memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia akan berangkat ke kantor pagi hari. 

Sambil membuntuti sang ayah menuju ruang keluarga, Imron menjawab, “Aku nunggu Ayah pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih gaji Ayah?”“Lho, tumben, kok nanya gaji Ayah? Mau minta uang lagi, ya?”“Ah, enggak. Pengen tahu aja.”“Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Ayah bekerja sekitar 10 jam dan dibayar Rp 400.000,-. Dan setiap bulan rata-rata dihitung 22 harikerja. Sabtu dan minggu libur, kadang sabtu Ayah masih lembur. Jadi,gaji Ayah dalam satu bulan berapa, hayo?” Imron berlari mengambil kertas danpensilnya dari meja belajar, sementara ayahnya melepas sepatu dan menyalakan televisi. Ketika Rudi beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Imron berlari mengikutinya.“Kalau satu hari ayah dibayar Rp 400.000,- untuk 10 jam, berarti satujam ayah digaji Rp 40.000,- dong,” katanya. 

“Wah, pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, bobok,”perintah Rudi.Tetapi Imron tak beranjak. Sambil menyaksikan ayahnya berganti pakaian,Imron kembali  bertanya, “Ayah, aku boleh pinjam uang Rp.5.000,- nggak?” “Sudah, nggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini? Ayah capek. Dan mau mandi dulu. Tidurlah. “Tapi, Ayah…”Kesabaran Rudi habis. “Ayah bilang tidur!” hardiknya mengejutkan Imron. 

Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya. Usai mandi, Rudi nampakmenyesali hardikannya. Ia pun menengok Imron di kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Imron didapatinya sedang terisak-isak pelan  sambil memegang uang Rp. 15.000,- di tangannya. 

Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, Rudi berkata,“Maafkan Ayah, Nak. Ayah sayang sama Imron.Buat apa sih minta uang malam-malam begini?Kalau mau beli mainan, besok’kan bisa. Jangankan Rp 5.000,- lebih dari itu pun ayah kasih.” 

“Ayah, aku nggak minta uang. Aku pinjam. Nanti aku kembalikan kalausudah menabung lagi dari uang jajan selama minggu ini.“Iya,iya, tapi buat apa?” tanya Rudi lembut. 

“Aku menunggu Ayah dari jam 8. Aku mau ajak Ayah main ular tangga. Tigapuluh menit saja. Ibu sering bilang kalau waktu Ayah itu sangat berharga. Jadi, aku mau beli waktu Ayah.Aku buka tabunganku, ada Rp 15.000,-. Tapi karena Ayah bilang satu  jamAyah dibayar Rp 40.000,-, maka setengah jam harus Rp 20.000,-. Duit  tabunganku kurang Rp 5.000,-Makanya aku mau pinjam dari Ayah,” kata Imron polos.Rudi terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat dengan perasaan  haru. Dia baru menyadari, ternyata limpahan harta yang dia berikan selama ini,tidak cukup untuk “membeli” kebahagiaan anaknya. 

Semoga cerita diatas bisa jadi renungan…

Oleh: satupintu | Oktober 30, 2007

Hello world!

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!

Kategori